Jumat, 23 Mei 2008

Kuasa Doa?

JANICE BELL MEISENHELDER dan EMILY N. CHANDLER mencoba untuk membuktikan ‘kualitas keajaiban’ dari doa seorang manusia. Ada anggapan umum yang menyebutkan bahwa semakin dekat seseorang dengan pencipta, semakin baik kondisi hidupnya- termasuk soal kesehatan.

Lewat penelitian berjudul Frequency of Prayer and Functional Health in Presbyterian Pastors, Janice dan Emily yang mensurvei 1870 orang pastor Gereja Presbyterian berhasil mendukung anggapan frekuensi doa berhubungan positif dengan kesehatan tubuh pelakunya. Berikut adalah tabel konsep kesehatan dalam penelitian ini.


Selanjutnya, tabel berikut rata-rata dan standar deviasi angka (indikasi) kesehatan narasumber yang memiliki range ordinal 1-100, di mana 100 menunjukkan angka kesehatan yang tertinggi.


Masing-masing sampel kesehatan yang dikumpulkan oleh kedua peneliti diolah untuk ditemukan koefisien korelasinya dengan dua variabel : frekuensi doa dan umur. Hasil daftar koefisien korelasinya kemudian ditampilkan dalam tabel berikut:

Tabel korelasi menunjukkan bahwa ada korelasi yang signifikan antara frekuensi doa seseorang dengan kualitas kesehatannya. Ini terlihat dalam General Health, Vitality, dan Mental Health (semakin tinggi frekuensi doa, semakin tinggi kualitas kesehatan). Sedangkan, hubungan masing-masing indikator kesehatan dengan variabel usia juga menampilkan beberapa bukti yang signifikan. Usia akan berpengaruh negatif (dalam tabel menunjukkan angka korelasi positif), yakni semakin tua seseorang semakin rendah kesehatan seseorang (signifikan) dalam Physical Functioning, Vitality, Social Functioning, Role Functioning- Emotional, dan Mental Health.

Sebagai tambahan, peneliti juga melakukan regresi di mana frekuensi doa dijadikan variabel independen, sedangkan General Health, Vitality, dan Mental Health dijadikan variabel dependen. Semua hasil menunjukkan bahwa frekuensi doa secara signifikan sebagai predictor dari 3 indikator kesehatan di atas.

Diskusi

Ada beberapa kelemahan dari penelitian ini:

1. Lemahnya pengukuran dari frekuensi doa; misalnya, dalam penelitian frekuensi tertinggi doa di batasi dengan ‘dua atau lebih doa per harinya’.

2. Penelitian ini tidak menjelaskan seberapa baik variabel frekuensi doa dijadikan independen. Bagaimana jika justru variabel independennya adalah kesehatan; dan frekuensi doa adalah dependen? Bagaimana perbandingan total residual dari kedua persamaan regresi?

3. Bagaimana jika terdapat ‘missing link’ di antara variabel yang ada? Bukankah seseorang yang relijius cenderung untuk jauh dari narkoba, rokok, minuman keras, kurangnya istirahat, stress, dan lain-lain, yang mungkin menyebabkan kesehatan mereka jauh lebih baik?

4. Adanya bias yang mungkin disebabkan oleh perbedaan jenis kelamin. Dari 1412 sampel yang valid, hanya 282 orang merupakan perempuan.

Kesimpulan

Meskipun penelitian ini memberikan sedikit gambaran pada kita bahwa terdapat ‘kegunaan’ dalam doa, namun masih jauh dari kesimpulan doa adalah device yang efektif untuk sampai kepada tubuh yang sehat. Biasanya kita peduli pada fakta pendoa yang bisa mencapai suatu keberuntungan karena doanya, tapi apakah kita peduli pada pendoa yang gagal mencapai keberuntungan? Atau bahkan pada orang yang tidak berdoa namun beruntung?


(Jim IE'04)

Tidak ada komentar: